Demonstran yang menentang kudeta militer Myanmar memblokir layanan kereta api antara Yangon dan kota selatan pada Selasa (16/2/2021). Aksi demonstran ini dilakukan beberapa jam setelah utusan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) memperingatkan militer akan "konsekuensi berat" untuk setiap penggunaan tindakan kekeraans terhadap demonstrasi. Meskipun kendaraan lapis baja dan tentara dikerahkan di beberapa kota besar pada akhir pekan, tidak menyurutkan para demonstran untuk telah tetap menyuarakan suara mereka untuk mengecam pengambilalihan kekuasaan oleh militer dari pemerintahan sipil pada 1 Februari lalu. Selain itu para demonstran juga menuntut pembebasan pemimpin sah yang terpilih, Aung San Suu Kyi dan tokoh sipil lainnya.

Demonstrasi di kota kota di seluruh negara dilakukan beragam. Aksi ini juga disertai gerakan pembangkangan sipil yang diwujudkan dengan mogok kerja yang melumpuhkan banyak fungsi pemerintahan. Pengunjuk rasa mengepung dan menutup jalur kereta api di tengah terik matahari. Mereka yang mengangkat eneka plakat untuk mendukung gerakan pembangkangan, menghentikan layanan kereta api antara Yangon dan kota selatan Mawlamyine, demikian video siaran langsung yang disiarkan oleh media. "Lepaskan pemimpin kita segera," dan "Kembalikan kekuasaan rakyat," seruan mereka.

Kerumunan orang juga berkumpul di dua tempat, di kota utama Yangon di sebuah situs unjuk rasa tradisional di dekat kampus universitas utama dan di bank sentral, di mana para demonstran berharap untuk menekan para karyawan untuk bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil. Sementara sekitar 30 biksu Buddha memprotes kudeta dengan berdoa. Dilaporkan pula militer Myanmar memutus sambungan internet selama dua hari berturut turut hingga Selasa (16/2/2021).

Utusan Khusus PBB Christine Schraner Burgener berbicara dengan wakil kepala junta militer mendesak pemutusan sambungan internet dan segera memulihkan saluran komunikasi. Schraner Burgener menegaskan hak berkumpul dan bersuara harus sepenuhnya dihormati dan demonstran tidak menjadi sasaran pembalasan," kata juru bicara PBB Farhan Haq di PBB. "Dia telah menyampaikan kepada militer Myanmar bahwa dunia mengawasi dengan cermat, dan segala bentuk respons kekerasan kemungkinan memiliki konsekuensi yang parah."

Sebelumnya aparat keamanan Myanmar menembaki demonstran untuk membubarkan demonstrasi di kota Mandalay, Senin (15/2/2021). Demikian media Frontier Myanmar melaoporkan kejadian tersebut, seperti dilansir Reuters, Senin (15/2/2021). Hingga berita ini diturunkan masih belum diketahui persis jumlah korban akibat penembakan aparat keamanan ke arah demonstran.

Kepada Reuters, seorang anggota serikat mahasiswa di kota mengatakan sejumlah orang terluka dalam insiden tersebut. Aparat keamanan Myanmar mengerahkan kendaraan lapis baja untuk mengamankan aksi demonstrasi menentang kudeta militer di sejumlah wilayah. Sebelum kejadian ini pada selasa (8/2/2021) lalu, Polisi bersikap respresif terhadap demonstran yang menolak pengambil alihan kekuasaan dari pemerintahan yang sah di bawah Aung San Suu Kyi.

Polisi melakukan tindak kekerasaan saat membubarkan demonstran, dan melakukan penembakan. Seorang dokter mengatakan satu wanita mengalami luka tembak di bagian kepala. Dokter mengatakan wanita itu sedang kritis dan tidak mungkin selamat. Tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat tertembak peluru karet yang diduga terjadi setelah polisi menembak pendemo. Kejadian ini terjadi setelah sebelumnya polisi menembakkan meriam air untuk mencoba membubarkan demonstran di ibukota Naypyitaw.

Televisi pemerintah melaporkan korban luka luka juga ada di pihak polisi selama upaya mereka untuk membubarkan demonstran. Laporan ini membenarkan terjadinya bentokam keras antara polisi dan demonstran di negara itu. Insiden ini menandai pertumpahan darah pertama sejak militer, yang dipimpin oleh panglima angkatan bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintahan Suu Kyi yang baru terpilih pada 1 Februari dan menahannya bersama politisi lain dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menuduh bahwa NLD menang dengan kecurangan tuduhan yang dibantah oleh komite pemilihan umum.

Pada Selasa (9/2/2021) malam, polisi di Myanmar melakukan penggerebekan di markas NLD di Yangon, kata dua anggota parlemen NLD terpilih. Penggerebekan dilakukan oleh belasan personel polisi, yang memaksa masuk ke kantor NLD. Demonstrasi ini adalah yang terbesar di Myanmar selama lebih dari satu dekade, menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad lalu ketika pemerintahan militer melakukan tindakan represif dalam pemberontakan berdarah sampai militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011.

Perserikatan Bangsa Bangsa menyerukan kepada pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak rakyat untuk berunjuk rasa secara damai. "Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap demonstran tidak dapat diterima," ujar Perwakilan PBB di Myanmar, Ola Almgren. Luka Fatal di Kepala

Menurut laporan dari Naypyitaw, Mandalay dan kota kota lain, banyak demonstran telah terluka, beberapa dari mereka menderita luka serius, oleh pasukan keamanan. Seorang dokter di rumah sakit Naypyitaw mengatakan wanita yang ditembak itu telah menderita luka di kepala yang fatal. "Dia belum meninggal, dia berada di unit gawat darurat, tetapi 100 persen yakin cedera itu fatal," kata dokter, yang menolak untuk disebutkan namanya.

"Menurut X ray, itu peluru asli," katanya. Baik polisi maupun rumah sakit tidak menanggapi permintaan komentar. Seorang pria mengalami luka di dada tetapi tidak dalam kondisi kritis.

“Masih belum jelas apakah dia terkena peluru asli atau peluru karet,” kata dokter. Berita MRTV yang dikelola pemerintahan miloiter mengatakan sebuah truk polisi telah dihancurkan para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. MRTV menunjukkan rekaman akibatnya, termasuk polisi yang terluka. MRTV menggambarkan aksi protes tersebut diorkestrasi oleh orang orang yang ingin membahayakan stabilitas bangsa dan telah bertindak agresif. MRTV tidak menyebutkan kudeta atau demonstrasi lain di seluruh negeri.

Sebelumnya, para saksi mengatakan polisi menembak ke udara di Naypyitaw untuk membubarkan demonstrasi. Polisi kemudian menembakkan meriam air, sementara para demonstran merespons dengan melemparkan batu, kata seorang saksi mata. Video dari kota Bago, timur laut pusat komersial Yangon, menunjukkan polisi menghadapi kerumunan besar dan membubarkan mereka dengan meriam air. Polisi menangkap setidaknya 27 demonstran di kota terbesar kedua Mandalay, termasuk seorang jurnalis, kata organisasi media domestik.

Kerusuhan telah menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad pemerintahan militer yang memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011, meskipun tidak pernah menyerahkan kendali keseluruhannya atas pemerintahan sipil Suu Kyi setelah memenangkan pemilu 2015. "Kami akan terus berjuang," kata aktivis pemuda Maung Saungkha dalam sebuah pernyataan, yang seraya menyerukan pembebasan tahanan politik dan berakhirnya "kediktatoran" militer. Gerakan pembangkangan sipil, yang dipimpin oleh pekerja rumah sakit, telah mengakibatkan terjun bebasnya angka pengujian virus corona di Myanmar.

Myanmar telah menjadi salah satu negara dengan wabah virus corona terburuk di Asia Tenggara dengan 31.177 kasus kematian, dari lebih dari 141.000 kasus.(Reuters/AP)

Tags